Selasa, 20 September 2016

Contoh Karya Ilmiah Akuntansi Tentang Perbankan Syariah


“ KONTRIBUSI PERBANKAN SYARIAH
TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT DI PACITAN “

 





Oleh :
Rini Ayu Wulandari
Yustita Damayanti



SMK NEGERI 2 PACITAN
Jalan Walanda Maramis No.02 PACITAN ((0357) 881078
TAHUN 2016




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Ekonomi syariah adalah suatu kumpulan norma hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits yang mengatur urusan perekonomian umat manusia. Bank syariah adalah cabang dari kegiatan ekonomi syariah.Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Pada dasarnya, entitas bank syariah di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1983 dengan keluarnya Paket Desember 1983 (Pakdes 83) yang berisi sejumlah regulasi di bidang perbankan, dimana salah satunya ada peraturan yang memperbolehkan bank memberikan kredit dengan bunga 0% (zero interest). Perkembangan dimaksud diikuti oleh serangkaian kebijakan di bidang perbankan oleh Menteri Keuangan Radius Prawiro yang tertuang dalam Paket Oktober 1988 (Pakto 88). Pakto 88 intinya merupakan deregulasi perbankan yang memberikan kemudahan bagi pendirian bank-bank baru, sehingga industri perbankan pada waktu itu mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.
Baru pada tahun 1991 berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank umum satu-satunya yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Namun, eksistensi bank syariah di Indonesia secara formal telah dimulai sejak tahun 1992 dengan diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Namun, harus diakui bahwa UU tersebut belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank syariah karena masih belum secara tegas mencantumkan kata-kata “prinsip syariah” dalam kegiatan usahanya hanya menggunakan istilah bank bagi hasil. Pengertian Bank Bagi Hasil yang dimaksudkan dalam UU tersebut belum sesuai dengan cakupan pengertian bank syariah yang relatif lebih luas dari bank bagi hasil. Dengan tidak adanya pasal-pasal dalam UU tersebut yang mengatur bank syariah, maka hingga tahun 1998 belum terdapat ketentuan operasional yang secara khusus mengatur kegiatan usaha bank syariah.
Namun setelah diamandemennya UU No. 7 tahun 1992 yang kemudian melahirkan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan disahkannya UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka Perbankan Syariah telah berkembang dengan pesatnya. Selama tahun 2008 jaringan pelayanan bank syariah mengalami penambahan sebanyak 130 kantor cabang. Sehingga saat ini terdapat 1.440 kantor cabang bank konvensional yang memiliki layanan syariah. Secara geografis, penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah menjangkau masyarakat lebih dari 89 kabupaten/kota di 33 propinsi. Jumlah BUS (Bank Umum Syariah) bertambah, sehingga sampai Oktober 2008 menjadi berjumlah lima BUS. Bahkan diprediksikan pertumbuhan industri perbankan syariah pada tahun 2009 masih akan menikmati high-growth (pertumbuhan tinggi), yakni di kisaran 38 %, dibandingkan pertumbuhan perbankan secara nasional. Sehingga paling tidak pada tahun 2009 ditargetkan ada 9 bank umum syariah baru, yang diperkirakan enam dari bank domestik, serta tiga lainnya dari investor Timur Tengah, baik didirikan dengan cara merger bank lokal atau mandiri.Industri Perbankan Syariah Indonesia sebagai bagian dari sistem perbankan nasional, diharapkan terus tumbuh untuk mendorong aktifitas perekonomian produktif masyarakat.
Oleh karena itu, eksistensi perbankan syariah perlu dilihat dan ditinjau prospek ke depannya. Apalagi konsep syariahsudah lama didambakan oleh umat islam pada khususnya dan semua warga Negara Indonesia pada umumnya. Betapa tidak, pandangan terhadap perbankan yang menggunakan sistem syariah dianggap mampu memberikan keadilan yang sebenar-benarnya bagi segenap pihak yang terkait dalam praktik perbankan khususnya perbankan syariah. Prospek perbankan syariah perlu ditelaah untuk melihat bagaimana eksistensi perbankan syariah guna mencapai masa depan perbankan syariah yang memiliki prospek eksistensi yang mencengkram kuat di Indonesia.

1.2 Tujuan
Melalui Paper Akuntansi singkat ini, penulis bermaksud untuk menelaah prospek perbankan syariah dengan melihat dari sisi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang penulis rumuskan sebagai analisis langsung terhadap permasalahan yang ada di Pacitan pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

1.3    Rumusan Masalah
Untuk membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan paper akuntansi ini, penulis membatasi pembahasan berupa perumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apa saja kekuatan dan peluang Perbankan Syariah di Indonesia ?
2.    Apa saja kelemahan dan tantangan yang akan dihadapi Perbankan Syariah di Indonesia ?
3.    Apa saja kontribusi Perbankan Syariah terhadap perekonomian masyarakat di Pacitan ?









BAB II
PEMBAHASAN
1.1    Kekuatan dan peluang Bank Syariah di Indonesia
Tepat pada tanggal 1 Januari 2015 yang lalu bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara atau lebih dikenal dengan ASEAN akan memasuki era baru dalam hubungan integrasi perekonomian dan perdagangan dalam bentuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). MEA sendiri merupakan sebuah kesepakatan di antara negara-negara ASEAN dalam rangka penguatan di berbagai sektor, terutama sebagai bentuk pertahanan dari goncangan global. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan industri keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan merupakan ‘impian yang mustahil’ karena potensi dan peluang Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat besar khususnya dalam menghadapi MEA, diantaranya :
a.    Jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah.
b.    Prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi yang ditopang oleh fundamental (dasar) ekonomi yang solid.
Potensi lainnya dari sisi regulasi terutama setelah lahirnya UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dengan pengesahan ini, industri perbankan syariah di Indonesia diharapkan dapat berkembang lebih pesat dan memberikan manfaat lebih besar. Kepastian hukum dan jaminan keamanan juga akan lebih nyata bagi para investor dan para pelaku usaha perbankan syariah. Tentunya ini adalah peluang yang sangat besar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia. Hal-hal yang membuka peluang besar pangsa perbankan syariah sesuai UU tersebut adalah:
o  Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat tidak dapat dikonversi menjadi Bank Konvensional, sementara Bank Konvensional dapat dikonversi menjadi Bank Syariah (Pasal 5 ayat 7).
o  Penggabungan (merger) atau peleburan (akuisisi) antara Bank Syariah dengan Bank non-Syariah wajib menjadi Bank Syariah (Pasal 17 ayat 2).
o  UU Perbankan Syariah juga memberikan peluang akivitas usaha bank syariah yang lebih banyak dan beragam dibandingkan bank konvensional. Terdapat usaha-usaha yang bias dilakukan oleh sebuah bank umum syariah dan tidak dapat dilakukan oleh bank konvensional ( Pasal 19 s.d 21).
Peluang ekonomi bagi keberadaan perbankan syariah juga menjadi faktor peluang perbankan syariah. Krisis moneter yang melanda Negara di wilayah asia pada pertengahan 2007 menjadi bukti dari lemahnya sistem perbankan konvensional yang menetapkan prinsip bunga pada teknis operasionalnya. Di Indonesia , krisis moneter diawali dengan merosot tajamnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar. Hal ini dengan sendirinya membengkakkan hutang nasabah besar bank yang dibuat sebelumnya dalam valuta asing. Sehingga secara otomatis terjadi pelanggaran batas maksimum pemberian kredit. Kemudian hal ini disusul oleh tingginya tingkat bunga yang mengakibatkan banyak nasabah yang sudah tidak mampu membayar tingkat bunga pinjaman yang tinggi
Hal yang paling pokok adalah bahwa industri perbankan syariah memiliki peluang yang besar karena terbukti tahan terhadap krisis. Bahkan setelah kegagalan sistem ekonomi kapitalis, sistem syariah dipandang sebagai sebuah alternatif dan solusi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia. Menjamurnya lembaga-lembaga keuangan syariah merupakan sebuah bukti bahwa sistem ini memiliki ketahanan terhadap krisis. Hal ini pun telah dibuktikan ketika Krisis Ekonomi 1988, di saat bank konvensional mengalami negative spread, namun bank Syariah tampil sebagai perbankan yang sehat dan tahan terhadap krisis dan memperlihatkan eksistensinya hingga sekarang. Bank Indonesia pun memberikan perhatian yang serius dalam mendorong perkembangan perbankan syariah, dikarenakan keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pertama, bank syariah memberikan dampak yang lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi karena lebih dekat dengan sektor riil sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari krisis keuangan global. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah yang akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak.

1.2    Kelemahan dan Tantangan Bank Syariah di Indonesia.
Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non-bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar, dapat dikatakan perkembangan perbankan syariah di Indonesia berjalan di tempat, bahkan belum menunjukkan perkembangan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari grafik Islamic Finance Country Index (IFCI) tahun 2014, Indonesia menduduki urutan ketujuh turun tiga peringkat yang sempat menempati urutan keempat pada tahun 2011 dan pada tahun 2015 posisi Indonesia tetap bertahan di urutan ketujuh.









Grafik 1.1: Islamic Finance Country Index (IFCI, 2014)
 









Tabel 1.1: Islamic Finance Country Index (IFCI, 2015)
Berdasarkan hal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengembangan perbankan syariah di Indonesia belum mencapai target yang ideal sesuai dengan yang direncanakan. Untuk itu, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan institusi-institusi terkait lainnya terus melakukan kerjasama dalam pengembangan perbankan syariah.
Selain itu, kualitas skilled labours Indonesia masih jauh di bawah negara lain di dunia. Para sarjana ekonomi islam yang merupakan mesin penggerak ekonomi yang berbasiskan syariah masih tergolong gagal dalam mengambil hati pasar domestik. Rakyat Indonesia saat ini masih cenderung menyukai transaksi secara konvensional yang cenderung liberal dan kapitalis. Para pelaku ekonomi di tanah air ini masih menjadikan transaksi syariah sebagai pilihan kedua atau bahkan lebih rendah daripada itu. Inilah bukti bahwa peran dari para sarjana ekonomi islam terhadap perekonomian Indonesia masih terbilang belum optimal. Secara logika, untuk mengurus dan merebut pasar domestik saja para praktisi ekonomi islam Indonesia masih ‘gelabakan’, apalagi jika harus menargetkan dan merebut pasar ASEAN yang mana tambahan target pasarnya adalah mayoritas dari kalangan non muslim. Ditambah lagi dengan kompetitor dari negara lain yang memiliki persiapan, strategi, dan modal yang lebih mumpuni dibandingkan para paraktisi ekonomi islam di Indonesia.
Tantangan persaingan yang lebih tajam lagi juga akan menghampiri Bank Syariah di Indonesia sebagaimana yang telah disebutkan dalam UU Perbankan Syariah sebagai berikut :
Ø Bagi pelaku bank syariah nasional dengan lahirnya UU Perbankan Syariah adalah adanya pembebasan pemilikan bank umum syariah oleh badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan secara langsung (Pasal 9) maupun melalui bursa efek merupakan tantangan yang sangat besar bagi warganegara dan badan hukum Indonesia dalam kepemilikan bank syariah ke depan.
Ø Ketentuan tentang pembebasan penggunaan tenaga kerja asing (Pasal 33 ayat (1) dapat merupakan tantangan besar bagi warganegara Indonesia sebagai pengelola dan atau pekerja di perbankan Syariah.
Ø Tantangan lainnya adalah prinsip syariah yang menjadi dasar produk/jasa perbankan syariah dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia oleh Komite Perbankan Syariah berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (Pasal 26). Hal ini dapat membatasi produk/jasa yang dapat dilakukan perbankan syariah di Indonesia. Suatu produk/jasa perbankan syariah yang dapat dilakukan perbankan syariah di dunia internasional bisa saja tidak dapat dilakukan di Indonesia.
Tantangan lain bagi industri perbankan syariah yang mungkin dihadapi pasca regulasi baru ini adalah tantangan orientasi dan keberpihakan lembaga, etika (syariah) atau bisnis, akan selalu muncul di depan. Penyatuan persepsi, oleh karenanya, masih menjadi gangguan dan tantangan perkembangannya. Tantangan kemajuan zaman terkait dengan kejahatan teknologi, dan kejahatan yang menggunakan bank sebagai alat dan sarana persembunyian dan keamanan, serta tantangan berupa maraknya jenis-jenis dan instrumen transaksi sebagai akibat dari mengglobalnya prinsip perbankan syariah.
Tantangan lain yang patut mendapatkan perhatian adalah Statistik OJK (Juni 2014). Meski mengalami peningkatan dari segi jumlahpembiayaan, semula Rp. 184 triliun pada Desember 2013 menjadi Rp. 187 triliun pada Juni 2014. Namunpangsa pasar pembiayaan syariah sampai Juni 2014 hanya sebesar 2.14%, meskipun masih tersisa 1semester lagi untuk bank syariahmeningkatkan growthnya, namundiperkirakan tidak akan mencapaipertumbuhan tahun sebelumnya.
Tabel 1.2: Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah
Sumber: Statistik OJK (Juni 2014)


1.3    Kontribusi Perbankan Syariah Terhadap Perekonomian Masyarakat di Pacitan
Kehadiran BSM ( Bank Syariah Mandiri) sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah  sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis tersebut. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia  melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.
Untuk mengetahui secara mendalam mengenai kontribusi perbankan syariah terhadap perekonomian masyarakat Pacitan kami melakukan observasi terhadap Bank Syariah Mandiri KCP Pacitan. BSM KCP Pacitan berdiri sejak tanggal 13 Maret 2012, dalam perkembangannya nasabah BSM KCP Pacitan terus bertambah. Pada tahun 2015 nasabah perorangan mencapai 5222 nasabah, nasabah perusahaan 32 nasabah, dan nasabah organisasi 22 nasabah. BSM KCP Pacitan memiliki produk – produk yang sangat beragam, hal tersebut bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik terhadap nasabahnya, tetapi tidak hanya itu saja BSM KCP Pacitan tetap mengedepankan konsep syariah islam. Berdasarkan observasi yang kami lakukan, kami berpendapat bahwa BSM telah menjalankan konsep syariah islam yaitu ditunjukkan dengan menyalurkan dana malalui prinsip jual beli, prinsip sewa menyewa, prinsip pinjam meminjam dan prinsip bagi hasil, prinsip bagi hasil tersebut terdiri dari mudharabah dan musyarakah. Selama ini, banyak kendala yang dihadapi BSM KCP Pacitan seperti kurangnya outlet Bank Syariah di setiap kecamatan dan kurang diketahuinya Bank Syariah di wilayah Pacitan. Namun, hal itu dapat diatasi dengan memberikan pelayanan pick up service di wilayah yang jauh dari jangkauan kantor cabang dan mengadakan sosialisasi dan promosi di setiap wilayah. Disamping itu, sebenarnya peluang berkembangnya Bank Syariah di Pacitan itu cukup besar karena banyaknya organisasi islam dan sekolah – sekolah berbasis islam serta makin sadarnya masyarakat untuk menggunakan perbankan berbasis syariah. BSM KCP Pacitan hadir, tampil dan tumbuh  sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan BSM KCP Pacitan dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM KCP Pacitan hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.

2.1    Solusi
Berbagai peluang dan tantangan di atas menunjukkan bahwa upaya keras dari seluruh stakeholders industri keuangan syariah sangat dibutuhkan. Perlu keterpaduan langkah dari para praktisi, akademisi maupun asosiasi agar pengembangan menjadi lebih efektif dan efisien karena dapat menghindari terjadinya redundancy dan suaranya menjadi lebih di dengar. sehingga industri keuangan syariah nasional semakin berkualitas, berkembang secara berkelanjutan dan mampu bersaing dalam kancah persaingan global.Selain itu, hal – hal lain yang dapat dilakukan oleh perbankan syariah dalam menghadapi ancaman dan tantangan di masa sekarang ini adalah sebagai berikut :
*   Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan semakin meningkatnya kapasitas ekspansi BUS dan UUS di masa depan, maka semakin menuntut penambahan SDM berkualitas dalam jumlah yang memadai. Selanjutnya, kegiatan operasional perbankan syariah yang dekat kepada sektor riil memberikan konsekuensi kebutuhan bank syariah untuk lebih memiliki sumber daya yang kuat dalam aspek-aspek yang berkaitan dengan sektor riil seperti kemampuan penilaian proyek dari berbagai aspek, misalnya industri manufaktur, perdagangan, agribisnis dan sebagainya.
*   Penguatan modal. Dengan kecenderungan semakin bertumbuhnya DPK hingga saat ini, perbankan syari’ah dituntut untuk menambah permodalannya di masa depan. Artinya perbankan syariah akan membutuhkan suntikan modal yang cukup besar agar tetap dapat beroperasi sesuai dengan koridor kehati-hatian dalam aspek permodalan. Dengan demikian, jika tidak dilakukan tindakan penguatan modal, pada gilirannya nanti permasalahan permodalan ini akan menghambat laju pertumbuhan perbankan syari’ah.
*   Dukungan dari aspek regulasi. Jika ketentuan perundang-undangan tidak kondusif bisa menghambat pertumbuhan perbankan syariah, karena itu dukungan dari aspek hukum saat ini sangat mendesak untuk dipenuhi, seperti amandemen UU Perpajakan, UU Perbankan Syariah, dan UU SBSN (sukuk). Untuk itu Masyarakat Ekonomi Syariah dan Ikatan Ahli Ekonomi islam Indonesia (IAEI) serta MUI harus mengawal dan mendesak terus janji pemerintah untuk segera mengesahkan beberapa UU yang terkait.
*   Optimalisasi jaringan pelayanan. Kebijakan pembukaan office channeling bank syariah yang dimulai bulan maret 2006, sepanjang tahun 2007 ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Bank BNI syari’ah telah membuka 600-an kantor pelayanan office channeling tersebut, luar biasa. Hal yang sama juga dilakukan oleh bank UUS lainnya, seperti Bank Permata Syariah dan sejumlah Bank Pembangunan Daerah (PT.Bank Sumut, Bank DKI, Bank Sumsel, dll). Kebijakan office channeling pada dasarnya terfokus untuk menjawab masalah cakupan pelayanan perbankan syariah yang terbatas. Namun sangat di sayangkan pembukaan office channeling tersebut tidak diimbangi dengan program edukasi dan sosialisasi, sehingga terjadi kesenjangan hebat antara supply bank syariah dan demand dari sisi masyarakat. Artinya, masyarakat dibiarkan kurang faham tentang perbankan syariah. Padahal jika bank-bank syariah melakukan edukasi secara intensif, niscaya terjadi ledakan hebat dalam pertumbuhan asset perbankan syariah. Kebijakan office channeling juga harus sejalan dengan peningkatan kualitas SDM. Jangan sampai peluasan cakupan pelayanan perbankan syariah melalui office channeling harus mengorbankan aspek kualitas pelayanan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi reputasi industri perbankan syariah secara umum.
*   Melakukan Inovasi produk. Keberhasilan sistem perbankan syari’ah di masa depan akan banyak tergantung kepada kemampuan bank-bank syari’ah menyajikan produk-produk yang menarik, kompetitif, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah, karena itu perbankan syariah harus lebih kreatif dan inovatif dalam mendesign produk-produknya. Produk-produk bank syari’ah yang ada sekarang harus dikembangkan variasi dan kombinasinya, sehingga menambah daya tarik bank syari’ah. Hal itu akan meningkatkan dinamisme perbankan syari’ah. Untuk mengembangkan produk-produk yang bervariasi dan menarik, bank syari’ah di Indonesia dapat membangun hubungan kerjasama atau berafiliasi dengan lembaga-lembaga keuangan internasional.

















BAB III
PENUTUP
1.1    Kesimpulan
Pada hakikatnya Bank Syariah memiliki prospek yang baik di Indonesia, mulai dari sistem Bank Syariah yang justru lebih menjanjikan dan dapat dipercaya juga mendapat dukungan serta animo yang luas dari segenap lapisan. Namun selain itu, kekurangan-kekurangan Bank Syariah juga perlu dibenahi guna menjaga prospek eksistensi perbankan syariah di Indonesia.

1.2    Saran
Guna menjaga prospek eksistensi Bank Syariah di Indonesia, maka perlu dibenahi dari berbagai aspek, yakni:
1.    Pembenahan Sistem hukum perbankan syariah guna menciptakan universalisme Bank Syariah.
2.    Perbaikan dan Pengembangan SDM pada Perbankan syariah.
3.    Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap Bank Syariah untuk menghindari asumsi negatif terhadap Bank Syariah.








Daftar Pustaka
Alamsyah, Halim. “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015” www.bi.go.id
Farida, dkk. “Islamic Finance Outlook 2015” www.google.co.id
Hadi, Wahyu Isnainianto. 2012. Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah Dan Bank Umum Konvensional. Yogyakarta: Studi Kasus pada Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional di Indonesia Periode 2007-2010.
Perbankan Syariah, Challenges dan Opportunity Untuk Pengembangan di Indonesia www.google.co.id
“Islamic Finance Country Index 2014” www.google.co.id
“Islamic Finance Country Index 2015, Chapter II” www.google.co.id

 Syukron, Ali. “Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2, 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar