“ KONTRIBUSI PERBANKAN SYARIAH
TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT DI
PACITAN “
Oleh :
Rini Ayu Wulandari
Yustita Damayanti
SMK
NEGERI 2 PACITAN
Jalan
Walanda Maramis No.02 PACITAN ((0357) 881078
TAHUN
2016
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah
Ekonomi syariah adalah suatu kumpulan norma hukum yang bersumber
dari Al-Qur’an dan Hadits yang mengatur urusan perekonomian umat manusia. Bank
syariah adalah cabang dari kegiatan ekonomi syariah.Perkembangan perbankan
syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang
membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa
perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Pada
dasarnya, entitas bank syariah di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1983
dengan keluarnya Paket Desember 1983 (Pakdes 83) yang berisi sejumlah regulasi
di bidang perbankan, dimana salah satunya ada peraturan yang memperbolehkan
bank memberikan kredit dengan bunga 0% (zero interest). Perkembangan
dimaksud diikuti oleh serangkaian kebijakan di bidang perbankan oleh Menteri
Keuangan Radius Prawiro yang tertuang dalam Paket Oktober 1988 (Pakto 88).
Pakto 88 intinya merupakan deregulasi perbankan yang memberikan kemudahan bagi
pendirian bank-bank baru, sehingga industri perbankan pada waktu itu mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat.
Baru pada tahun 1991 berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI)
sebagai bank umum satu-satunya yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip bagi hasil. Namun, eksistensi bank syariah di Indonesia secara formal
telah dimulai sejak tahun 1992 dengan diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Namun, harus diakui bahwa UU tersebut belum memberikan
landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank syariah karena masih
belum secara tegas mencantumkan kata-kata “prinsip syariah” dalam kegiatan
usahanya hanya menggunakan istilah bank bagi hasil. Pengertian Bank Bagi Hasil yang
dimaksudkan dalam UU tersebut belum sesuai dengan cakupan pengertian bank
syariah yang relatif lebih luas dari bank bagi hasil. Dengan tidak adanya
pasal-pasal dalam UU tersebut yang mengatur bank syariah, maka hingga tahun
1998 belum terdapat ketentuan operasional yang secara khusus mengatur kegiatan
usaha bank syariah.
Namun setelah diamandemennya UU No. 7 tahun 1992 yang kemudian
melahirkan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan disahkannya UU Nomor 21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka Perbankan Syariah telah berkembang
dengan pesatnya. Selama tahun 2008 jaringan pelayanan bank syariah mengalami
penambahan sebanyak 130 kantor cabang. Sehingga saat ini terdapat 1.440 kantor
cabang bank konvensional yang memiliki layanan syariah. Secara geografis,
penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah menjangkau
masyarakat lebih dari 89 kabupaten/kota di 33 propinsi. Jumlah BUS (Bank Umum
Syariah) bertambah, sehingga sampai Oktober 2008 menjadi berjumlah lima BUS. Bahkan
diprediksikan pertumbuhan industri perbankan syariah pada tahun 2009 masih akan
menikmati high-growth (pertumbuhan tinggi), yakni di kisaran 38 %, dibandingkan
pertumbuhan perbankan secara nasional. Sehingga paling tidak pada tahun 2009
ditargetkan ada 9 bank umum syariah baru, yang diperkirakan enam dari bank
domestik, serta tiga lainnya dari investor Timur Tengah, baik didirikan dengan
cara merger bank lokal atau mandiri.Industri Perbankan Syariah Indonesia
sebagai bagian dari sistem perbankan nasional, diharapkan terus tumbuh untuk
mendorong aktifitas perekonomian produktif masyarakat.
Oleh karena itu, eksistensi perbankan syariah perlu dilihat dan
ditinjau prospek ke depannya. Apalagi konsep syariahsudah lama didambakan oleh
umat islam pada khususnya dan semua warga Negara Indonesia pada umumnya. Betapa
tidak, pandangan terhadap perbankan yang menggunakan sistem syariah dianggap
mampu memberikan keadilan yang sebenar-benarnya bagi segenap pihak yang terkait
dalam praktik perbankan khususnya perbankan syariah. Prospek perbankan syariah
perlu ditelaah untuk melihat bagaimana eksistensi perbankan syariah guna
mencapai masa depan perbankan syariah yang memiliki prospek eksistensi yang
mencengkram kuat di Indonesia.
1.2 Tujuan
Melalui Paper Akuntansi singkat ini, penulis bermaksud untuk
menelaah prospek perbankan syariah dengan melihat dari sisi kekuatan dan
kelemahan serta peluang dan ancaman yang penulis rumuskan sebagai analisis
langsung terhadap permasalahan yang ada di Pacitan pada khususnya dan di
Indonesia pada umumnya.
1.3
Rumusan Masalah
Untuk membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan
paper akuntansi ini, penulis membatasi pembahasan berupa perumusan masalah
sebagai berikut :
1.
Apa saja
kekuatan dan peluang Perbankan Syariah di Indonesia ?
2.
Apa saja kelemahan
dan tantangan yang akan dihadapi Perbankan Syariah di Indonesia ?
3.
Apa saja kontribusi
Perbankan Syariah terhadap perekonomian masyarakat di Pacitan ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
Kekuatan dan
peluang Bank Syariah di Indonesia
Tepat pada tanggal 1 Januari 2015 yang lalu bangsa-bangsa di
kawasan Asia Tenggara atau lebih dikenal dengan ASEAN akan memasuki era baru
dalam hubungan integrasi perekonomian dan perdagangan dalam bentuk Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA). MEA sendiri merupakan sebuah kesepakatan di antara
negara-negara ASEAN dalam rangka penguatan di berbagai sektor, terutama sebagai
bentuk pertahanan dari goncangan global. Sebagai negara dengan penduduk muslim
terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan
industri keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan merupakan ‘impian yang
mustahil’ karena potensi dan peluang Indonesia untuk menjadi global player
keuangan syariah sangat besar khususnya dalam menghadapi MEA, diantaranya :
a.
Jumlah penduduk
muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah.
b.
Prospek ekonomi
yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi yang
ditopang oleh fundamental (dasar) ekonomi yang solid.
Potensi lainnya dari sisi regulasi terutama setelah lahirnya UU No
21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dengan pengesahan ini, industri
perbankan syariah di Indonesia diharapkan dapat berkembang lebih pesat dan
memberikan manfaat lebih besar. Kepastian hukum dan jaminan keamanan juga akan
lebih nyata bagi para investor dan para pelaku usaha perbankan syariah.
Tentunya ini adalah peluang yang sangat besar bagi perkembangan bank syariah di
Indonesia. Hal-hal yang membuka peluang besar pangsa perbankan syariah sesuai
UU tersebut adalah:
o
Bank Umum
Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat tidak dapat dikonversi menjadi Bank
Konvensional, sementara Bank Konvensional dapat dikonversi menjadi Bank Syariah
(Pasal 5 ayat 7).
o
Penggabungan
(merger) atau peleburan (akuisisi) antara Bank Syariah dengan Bank non-Syariah
wajib menjadi Bank Syariah (Pasal 17 ayat 2).
o
UU Perbankan
Syariah juga memberikan peluang akivitas usaha bank syariah yang lebih banyak
dan beragam dibandingkan bank konvensional. Terdapat usaha-usaha yang bias
dilakukan oleh sebuah bank umum syariah dan tidak dapat dilakukan oleh bank
konvensional ( Pasal 19 s.d 21).
Peluang ekonomi bagi keberadaan perbankan syariah juga menjadi
faktor peluang perbankan syariah. Krisis moneter yang melanda Negara di wilayah
asia pada pertengahan 2007 menjadi bukti dari lemahnya sistem perbankan
konvensional yang menetapkan prinsip bunga pada teknis operasionalnya. Di
Indonesia , krisis moneter diawali dengan merosot tajamnya nilai tukar Rupiah
terhadap US Dolar. Hal ini dengan sendirinya membengkakkan hutang nasabah besar
bank yang dibuat sebelumnya dalam valuta asing. Sehingga secara otomatis
terjadi pelanggaran batas maksimum pemberian kredit. Kemudian hal ini disusul
oleh tingginya tingkat bunga yang mengakibatkan banyak nasabah yang sudah tidak
mampu membayar tingkat bunga pinjaman yang tinggi
Hal yang paling pokok adalah bahwa industri perbankan syariah
memiliki peluang yang besar karena terbukti tahan terhadap krisis. Bahkan
setelah kegagalan sistem ekonomi kapitalis, sistem syariah dipandang sebagai
sebuah alternatif dan solusi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia.
Menjamurnya lembaga-lembaga keuangan syariah merupakan sebuah bukti bahwa
sistem ini memiliki ketahanan terhadap krisis. Hal ini pun telah dibuktikan
ketika Krisis Ekonomi 1988, di saat bank konvensional mengalami negative
spread, namun bank Syariah tampil sebagai perbankan yang sehat dan tahan
terhadap krisis dan memperlihatkan eksistensinya hingga sekarang. Bank
Indonesia pun memberikan perhatian yang serius dalam mendorong perkembangan
perbankan syariah, dikarenakan keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa
‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Pertama, bank syariah memberikan dampak yang lebih nyata dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi karena lebih dekat dengan sektor riil sebagaimana yang
telah dikemukakan di atas. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat
spekulatif sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya
dari krisis keuangan global. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang
menjadi ruh perbankan syariah yang akan membawa manfaat yang lebih adil bagi
semua pihak.
1.2
Kelemahan dan
Tantangan Bank Syariah di Indonesia.
Grafik 1.1: Islamic Finance Country Index (IFCI, 2014)
Tabel 1.1: Islamic Finance Country Index (IFCI, 2015)
Berdasarkan hal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan
pengembangan perbankan syariah di Indonesia belum mencapai target yang ideal
sesuai dengan yang direncanakan. Untuk itu, Bank Indonesia, Otoritas Jasa
Keuangan, dan institusi-institusi terkait lainnya terus melakukan kerjasama
dalam pengembangan perbankan syariah.
Selain itu, kualitas skilled labours Indonesia masih jauh di bawah
negara lain di dunia. Para sarjana ekonomi islam yang merupakan mesin penggerak
ekonomi yang berbasiskan syariah masih tergolong gagal dalam mengambil hati
pasar domestik. Rakyat Indonesia saat ini masih cenderung menyukai transaksi
secara konvensional yang cenderung liberal dan kapitalis. Para pelaku ekonomi
di tanah air ini masih menjadikan transaksi syariah sebagai pilihan kedua atau
bahkan lebih rendah daripada itu. Inilah bukti bahwa peran dari para sarjana
ekonomi islam terhadap perekonomian Indonesia masih terbilang belum optimal.
Secara logika, untuk mengurus dan merebut pasar domestik saja para praktisi
ekonomi islam Indonesia masih ‘gelabakan’, apalagi jika harus menargetkan dan
merebut pasar ASEAN yang mana tambahan target pasarnya adalah mayoritas dari
kalangan non muslim. Ditambah lagi dengan kompetitor dari negara lain yang
memiliki persiapan, strategi, dan modal yang lebih mumpuni dibandingkan para
paraktisi ekonomi islam di Indonesia.
Tantangan persaingan yang lebih tajam lagi juga akan menghampiri
Bank Syariah di Indonesia sebagaimana yang telah disebutkan dalam UU Perbankan
Syariah sebagai berikut :
Ø Bagi pelaku bank syariah nasional dengan lahirnya UU Perbankan
Syariah adalah adanya pembebasan pemilikan bank umum syariah oleh badan hukum
Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan
secara langsung (Pasal 9) maupun melalui bursa efek merupakan tantangan yang
sangat besar bagi warganegara dan badan hukum Indonesia dalam kepemilikan bank
syariah ke depan.
Ø Ketentuan tentang pembebasan penggunaan tenaga kerja asing (Pasal
33 ayat (1) dapat merupakan tantangan besar bagi warganegara Indonesia sebagai
pengelola dan atau pekerja di perbankan Syariah.
Ø Tantangan lainnya adalah prinsip syariah yang menjadi dasar
produk/jasa perbankan syariah dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia oleh
Komite Perbankan Syariah berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (Pasal 26).
Hal ini dapat membatasi produk/jasa yang dapat dilakukan perbankan syariah di
Indonesia. Suatu produk/jasa perbankan syariah yang dapat dilakukan perbankan
syariah di dunia internasional bisa saja tidak dapat dilakukan di Indonesia.
Tantangan lain bagi industri perbankan syariah yang mungkin
dihadapi pasca regulasi baru ini adalah tantangan orientasi dan keberpihakan
lembaga, etika (syariah) atau bisnis, akan selalu muncul di depan. Penyatuan
persepsi, oleh karenanya, masih menjadi gangguan dan tantangan perkembangannya.
Tantangan kemajuan zaman terkait dengan kejahatan teknologi, dan kejahatan yang
menggunakan bank sebagai alat dan sarana persembunyian dan keamanan, serta
tantangan berupa maraknya jenis-jenis dan instrumen transaksi sebagai akibat
dari mengglobalnya prinsip perbankan syariah.
Tantangan lain yang patut mendapatkan perhatian adalah Statistik
OJK (Juni 2014). Meski mengalami peningkatan dari segi jumlahpembiayaan,
semula Rp. 184 triliun pada Desember 2013 menjadi Rp. 187 triliun pada Juni
2014. Namunpangsa pasar pembiayaan syariah sampai Juni 2014 hanya sebesar 2.14%,
meskipun masih tersisa 1semester lagi untuk bank syariahmeningkatkan growthnya,
namundiperkirakan tidak akan mencapaipertumbuhan tahun sebelumnya.
Tabel 1.2: Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah
Sumber: Statistik OJK (Juni 2014)
1.3
Kontribusi
Perbankan Syariah Terhadap Perekonomian Masyarakat di Pacitan
Kehadiran BSM ( Bank Syariah Mandiri) sejak tahun 1999,
sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan
moneter 1997-1998. Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB)
yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara
dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis tersebut. BSB berusaha
keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan
beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat bersamaan,
pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang
Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama
PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan
tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai
pemilik mayoritas baru BSB. Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum
syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI
No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui
perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan
pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi
sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.
Untuk mengetahui secara mendalam mengenai kontribusi perbankan
syariah terhadap perekonomian masyarakat Pacitan kami melakukan observasi
terhadap Bank Syariah Mandiri KCP Pacitan. BSM KCP Pacitan berdiri sejak
tanggal 13 Maret 2012, dalam perkembangannya nasabah BSM KCP Pacitan terus
bertambah. Pada tahun 2015 nasabah perorangan mencapai 5222 nasabah, nasabah
perusahaan 32 nasabah, dan nasabah organisasi 22 nasabah. BSM KCP Pacitan
memiliki produk – produk yang sangat beragam, hal tersebut bertujuan untuk
memberikan pelayanan yang terbaik terhadap nasabahnya, tetapi tidak hanya itu
saja BSM KCP Pacitan tetap mengedepankan konsep syariah islam. Berdasarkan
observasi yang kami lakukan, kami berpendapat bahwa BSM telah menjalankan
konsep syariah islam yaitu ditunjukkan dengan menyalurkan dana malalui prinsip
jual beli, prinsip sewa menyewa, prinsip pinjam meminjam dan prinsip bagi
hasil, prinsip bagi hasil tersebut terdiri dari mudharabah dan musyarakah.
Selama ini, banyak kendala yang dihadapi BSM KCP Pacitan seperti kurangnya
outlet Bank Syariah di setiap kecamatan dan kurang diketahuinya Bank Syariah di
wilayah Pacitan. Namun, hal itu dapat diatasi dengan memberikan pelayanan pick
up service di wilayah yang jauh dari jangkauan kantor cabang dan mengadakan
sosialisasi dan promosi di setiap wilayah. Disamping itu, sebenarnya peluang
berkembangnya Bank Syariah di Pacitan itu cukup besar karena banyaknya
organisasi islam dan sekolah – sekolah berbasis islam serta makin sadarnya
masyarakat untuk menggunakan perbankan berbasis syariah. BSM KCP Pacitan hadir,
tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha
dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni
antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu
keunggulan BSM KCP Pacitan dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM KCP
Pacitan hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih
baik.
2.1
Solusi
Berbagai peluang dan tantangan di atas menunjukkan bahwa upaya
keras dari seluruh stakeholders industri keuangan
syariah sangat dibutuhkan. Perlu keterpaduan langkah dari para praktisi,
akademisi maupun asosiasi agar pengembangan menjadi lebih efektif dan efisien
karena dapat menghindari terjadinya redundancy dan suaranya menjadi lebih di
dengar. sehingga industri keuangan syariah nasional semakin berkualitas,
berkembang secara berkelanjutan dan mampu bersaing dalam kancah persaingan
global.Selain itu, hal – hal lain yang dapat dilakukan oleh perbankan syariah
dalam menghadapi ancaman dan tantangan di masa sekarang ini adalah sebagai
berikut :
Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan semakin
meningkatnya kapasitas ekspansi BUS dan UUS di masa depan, maka semakin
menuntut penambahan SDM berkualitas dalam jumlah yang memadai. Selanjutnya,
kegiatan operasional perbankan syariah yang dekat kepada sektor riil memberikan
konsekuensi kebutuhan bank syariah untuk lebih memiliki sumber daya yang kuat
dalam aspek-aspek yang berkaitan dengan sektor riil seperti kemampuan penilaian
proyek dari berbagai aspek, misalnya industri manufaktur, perdagangan,
agribisnis dan sebagainya.
Penguatan modal. Dengan kecenderungan semakin bertumbuhnya DPK
hingga saat ini, perbankan syari’ah dituntut untuk menambah permodalannya di
masa depan. Artinya perbankan syariah akan membutuhkan suntikan modal yang
cukup besar agar tetap dapat beroperasi sesuai dengan koridor kehati-hatian
dalam aspek permodalan. Dengan demikian, jika tidak dilakukan tindakan
penguatan modal, pada gilirannya nanti permasalahan permodalan ini akan
menghambat laju pertumbuhan perbankan syari’ah.
Dukungan dari aspek regulasi. Jika ketentuan perundang-undangan
tidak kondusif bisa menghambat pertumbuhan perbankan syariah, karena itu
dukungan dari aspek hukum saat ini sangat mendesak untuk dipenuhi, seperti
amandemen UU Perpajakan, UU Perbankan Syariah, dan UU SBSN (sukuk). Untuk itu
Masyarakat Ekonomi Syariah dan Ikatan Ahli Ekonomi islam Indonesia (IAEI) serta
MUI harus mengawal dan mendesak terus janji pemerintah untuk segera mengesahkan
beberapa UU yang terkait.
Optimalisasi jaringan pelayanan. Kebijakan pembukaan office
channeling bank syariah yang dimulai bulan maret 2006, sepanjang tahun 2007 ini
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Bank BNI syari’ah telah membuka
600-an kantor pelayanan office channeling tersebut, luar biasa. Hal yang sama
juga dilakukan oleh bank UUS lainnya, seperti Bank Permata Syariah dan sejumlah
Bank Pembangunan Daerah (PT.Bank Sumut, Bank DKI, Bank Sumsel, dll). Kebijakan
office channeling pada dasarnya terfokus untuk menjawab masalah cakupan
pelayanan perbankan syariah yang terbatas. Namun sangat di sayangkan pembukaan
office channeling tersebut tidak diimbangi dengan program edukasi dan
sosialisasi, sehingga terjadi kesenjangan hebat antara supply bank syariah dan
demand dari sisi masyarakat. Artinya, masyarakat dibiarkan kurang faham tentang
perbankan syariah. Padahal jika bank-bank syariah melakukan edukasi secara
intensif, niscaya terjadi ledakan hebat dalam pertumbuhan asset perbankan
syariah. Kebijakan office channeling juga harus sejalan dengan peningkatan
kualitas SDM. Jangan sampai peluasan cakupan pelayanan perbankan syariah
melalui office channeling harus mengorbankan aspek kualitas pelayanan, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi reputasi industri perbankan syariah secara
umum.
Melakukan Inovasi produk. Keberhasilan sistem perbankan syari’ah di
masa depan akan banyak tergantung kepada kemampuan bank-bank syari’ah
menyajikan produk-produk yang menarik, kompetitif, sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, tetapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah, karena itu
perbankan syariah harus lebih kreatif dan inovatif dalam mendesign
produk-produknya. Produk-produk bank syari’ah yang ada sekarang harus
dikembangkan variasi dan kombinasinya, sehingga menambah daya tarik bank
syari’ah. Hal itu akan meningkatkan dinamisme perbankan syari’ah. Untuk
mengembangkan produk-produk yang bervariasi dan menarik, bank syari’ah di
Indonesia dapat membangun hubungan kerjasama atau berafiliasi dengan
lembaga-lembaga keuangan internasional.
BAB III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Pada hakikatnya
Bank Syariah memiliki prospek yang baik di Indonesia, mulai dari sistem Bank
Syariah yang justru lebih menjanjikan dan dapat dipercaya juga mendapat
dukungan serta animo yang luas dari segenap lapisan. Namun selain itu,
kekurangan-kekurangan Bank Syariah juga perlu dibenahi guna menjaga prospek
eksistensi perbankan syariah di Indonesia.
1.2
Saran
Guna menjaga
prospek eksistensi Bank Syariah di Indonesia, maka perlu dibenahi dari berbagai
aspek, yakni:
1.
Pembenahan
Sistem hukum perbankan syariah guna menciptakan universalisme Bank Syariah.
2.
Perbaikan dan
Pengembangan SDM pada Perbankan syariah.
3.
Meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap Bank Syariah untuk menghindari asumsi negatif terhadap
Bank Syariah.
Daftar Pustaka
Alamsyah, Halim. “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah
Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015” www.bi.go.id
Hadi, Wahyu Isnainianto. 2012. Perbandingan Kinerja Keuangan Bank
Umum Syariah Dan Bank Umum Konvensional. Yogyakarta: Studi Kasus pada Bank Umum
Syariah dan Bank Umum Konvensional di Indonesia Periode 2007-2010.
Syukron, Ali. “Dinamika
Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam,
Vol. 3, No. 2, 2013.
Pengertian Logika
Himpunan Semesta Pembicaraan
Kalimat = Pernyataan?
Operasi pada Logika Matematika
Operasi Negasi
Operasi Konjungsi
Operasi Disjungsi
Sebagai contoh:
Operasi Implikasi
Operasi Biimplikasi
Pernyataan Berkuantor
Kuantor Umum (Kuantor Universal)
Kuantor Khusus (Kuantor Eksistensial)
Negasi Pernyataan Berkuantor
inShare